Wahai Puteriku


Email This Post

Ditulis oleh Ali Ath-Thanthawi

Putriku tercinta! Aku seorang yang telah berusia hampir lima puluh tahun. Hilang sudah masa remaja, impian dan khayalan. Aku telah mengunjungi banyak negeri, dan berjumpa dengan banyak orang. Aku juga telah merasakan pahit getirnya dunia. Oleh karena itu dengarlan nasehat-nasehatku yang benar lagi jelas, berdasarkan pengalaman-pengalamanku, dimana engkau belum pernah mendengarnya dari orang lain.

Kami telah menulis dan mengajak kepada perbaikan moral, menghapus
kejahatan dan mengekang hawa nafsu, sampai pena tumpul, dan mulut
letih, dan kami tidak mengahasilkan apa-apa. Kemungkaran tidak dapat
kami berantas, bahkan semakin bertambah, kerusakan telah mewabah,
para wanita keluar dengan pakaian merangsang, terbuka bagian lengan,
betis dan lehernya.
Kami belum menemukan cara untuk memperbaiki, kami belum tahu
jalannya. Sesungguhnya jalan kebaikan itu ada di depanmu, putriku!
Kuncinya berada di tanganmu.
Benar bahwa lelakilah yang memulai langkah pertama dalam lorong dosa,
tetapi bila engkau tidak setuju, laki-laki itu tidak akan berani, dan
andaikata bukan lantaran lemah gemulaimu, laki-laki tidak akan
bertambah parah. Engkaulah yang membuka pintu, kau katakan kepada si
pencuri itu : silakan masuk … ketika ia telah mencuri, engkau
berteriak : maling …! Tolong … tolong… saya kemalingan.

Demi Allah … dalam khayalan seorang pemuda tak melihat gadis kecuali
gadis itu telah ia telanjangi pakaiannya.
Demi Allah … begitulah, jangan engkau percaya apa yang dikatakan laki-
laki, bahwa ia tidak akan melihat gadis kecuali akhlak dan budi
bahasanya. Ia akan berbicara kepadamu sebagai seorang sahabat.

Demi Allah … ia telah bohong! Senyuman yang diberikan pemuda
kepadamu, kehalusan budi bahasa dan perhatian, semua itu tidak lain
hanyalah merupakan perangkap rayuan ! setelah itu apa yang terjadi?
Apa, wahai puteriku? Coba kau pikirkan!
Kalian berdua sesaat berada dalam kenikmatan, kemudian engkau
ditinggalkan, dan engkau selamanya tetap akan merasakan penderitaan
akibat kenikmatan itu. Pemuda tersebut akan mencari mangsa lain untuk
diterkam kehormatannya, dan engakulah yang menanggung beban kehamilan
dalam perutmu. Jiwamu menangis, keningmu tercoreng, selama hidupmu
engkau akan tetap berkubang dalam kehinaan dan keaiban, masyarakat
tidak akan mengampunimu selamanya.
Bila engkau bertemu dengan pemuda, kau palingkan muka, dan
menghindarinya. Apabila pengganggumu berbuat lancang lewat perkataan
atau tangan yang usil, kau lepaskan sepatu dari kakimu lalu kau
lemparkan ke kepalanya, bila semua ini engkau lakukan, maka semua
orang di jalan akan membelamu. Setelah itu anak-anak nakal itu takkan
mengganggu gadis-gadis lagi. Apabila anak laki-laki itu menginginkan
kebaikan maka ia akan mendatangi orang tuamu untuk melamar.

Cita-cita wanita tertinggi adalah perkawinan. Wanita, bagaimanapun
juga status sosial, kekayaan, popularitas, dan prestasinya, sesuatu
yang sangat didamba-dambakannya adalah menjadi isteri yang baik serta
ibu rumah tangga yang terhormat.
Tak ada seorangpun yang mau menikahi pelacur, sekalipun ia lelaki
hidung belang, apabila akan menikah tidak akan memilih wanita jalang
(nakal), akan tetapi ia akan memilih wanita yang baik karena ia tidak
rela bila ibu rumah tangga dan ibu putera-puterinya adalah seorang
wanita amoral.
Sesungguhnya krisis perkawinan terjadi disebabkan kalian kaum wanita!
Krisis perkawinan terjadi disebabkan perbuatan wanita-wanita asusila,
sehingga para pemuda tidak membutuhkan isteri, akibatnya banyak para
gadis berusia cukup untuk nikah tidak mendapatkan suami. Mengapa
wanita-wanita yang baik belum juga sadar? Mengapa kalian tidak
berusaha memberantas malapetaka ini? Kalianlah yang lebih patut dan
lebih mampu daripada kaum laki-laki untuk melakukan usaha itu karena
kalian telah mengerti bahasa wanita dan cara menyadarkan mereka, dan
oleh karena yang menjadi korban kerusakan ini adalah kalian, para
wanita mulia dan beragama.
Maka hendaklah kalian mengajak mereka agar bertakwa kepada Allah,
bila mereka tidak mau bertaqwa, peringatkanlah mereka akan akibat
yang buruk dari perzinaan seperti terjangkitnya suatu penyakit. Bila
mereka masih membangkang maka beritahukan akan kenyataan yang ada,
katakan kepada mereka : kalian adalah gadis-gadis remaja putri yang
cantik, oleh karena itu banyak pemuda mendatangi kalian dan berebut
di sekitar kalian, akan tetapi apakah keremajaan dan kecantikan itu
akan kekal? Semua makhluk di dunia ini tidak ada yang kekal.
Bagaimana kelanjutannya, bila kalian sudah menjadi nenek dengan
punggung bungkuk dan wajah keriput? Saat itu, siapakah yang akan
memperhatikan? Siapa yang akan simpati?
Tahukah kalian, siapakah yang memperhatikan, menghormati dan
mencintai seorang nenek? Mereka adalah anak dan para cucunya, saat
itulah nenek tersebut menjadi seorang ratu ditengah rakyatnya. Duduk
di atas singgasana dengan memakai mahkota, tetapi bagaimana dengan
nenek yang lain, yang masih belum bersuami itu? Apakah kelezatan
itu sebanding dengan penderitaan di atas? Apakah akibat itu akan kita
tukar dengan kelezatan sementara?
Dan berilah nasehat-nasehat yang serupa, saya yakin kalian tidak
perlu petunjuk orang lain serta tidak kehabisan cara untuk menasehati
saudari-saudari yang sesat dan patut di dikasihani. Bila kalian tidak
dapat mengatasi mereka, berusahalah untuk menjaga wanita-wanita baik,
gadis-gadis yang sedang tumbuh, agar mereka tidak menempuh jalan yang
salah.
Saya tidak minta kalian untuk mengubah secara drastis mengembalikan
wanita kini menjadi kepribadian muslimah yang benar, akan tetapi
kembalilah ke jalan yang benar setapak demi setapak sebagaimana
kalian menerima kerusakan sedikit demi sedikit.

Perbaikan tersebut tidak dapat diatasi hanya dalam waktu sehari atau
dalam waktu singkat, malainkan dengan kembali ke jalan yang benar
dari jalan yang semula kita lewati menuju kejelekan walaupun jalan
itu sekarang telah jauh, tidak menjadi soal, orang yang tidak mau
menempuh jalan panjang yang hanya satu-satunya ini, tidak akan pernah
sampai. Kita mulai dengan memberantas pergaulan bebas, (kalaupun)
seorang wanita membuka wajahnya tidak berarti ia boleh bergaul dengan
laki-laki yang bukan mahramnya. Istri tanpa tutup wajah bukan
berarti ia boleh menyambut kawan suami dirumahnya, atau menyalaminya
bila bertemu di kereta, bertemu di jalan, atau seorang gadis menjabat
tangan kawan pria di sekolah, berbincang-bincang, berjalan seiring,
belajar bersama untuk ujian, dia lupa bahwa Allah menjadikannya
sebagai wanita dan kawannya sebagai pria, satu dengan lain dapat
saling terangsang. Baik wanita, pria, atau seluruh penduduk dunia
tidak akan mampu mengubah ciptaan Allah, menyamakan dua jenis atau
menghapus rangsangan seks dari dalam jiwa mereka.
Mereka yang menggembor-gemborka n emansipasi dan pergaulan bebas atas
kemajuan adalah pembohong dilihat dari dua sebab :

Pertama : karena itu semua mereka lakukan untuk kepuasan pada diri
mereka, memberikan kenikmatan-kenikmat an melihat angota badan yang
terbuka dan kenikmatan-kenikmat an lain yang mereka bayangkan. Akan
tetapi mereka tidak berani berterus terang, oleh karena itu mereka
bertopeng dengan kalimat yang mengagumkan yang sama sekali tidak ada
artinya, kemajuan, modernisasi, kehidupan kampus, dan ungkapan-
ungkapan yang lain yang kosong tanpa makna bagaikan gendang.

Kedua : mereka bohong oleh karena mereka bermakmum pada Eropa,
menjadikan eropa bagaikan kiblat, dan mereka tidak dapat memahami
kebenaran kecuali apa-apa yang datang dari sana, dari Paris, London,
Berlin dan New york. Sekalipun berupa dansa, porno, pergaulan bebas
di sekolah, buka aurat di lapangan dan telanjang di pantai (atau di
kolam renang). Kebatilan menurut mereka adalah segala sesuatu yang
datangnya dari timur, sekolah-sekolah Islam dan masjid-masjid,
walapun berupa kehormatan, kemuliaan,, kesucian dan petunjuk. Kata
mereka, pergaulan bebas itu dapat mengurangi nafsu birahi, mendidik
watak dan dapat menekan libido seksual, untuk menjawab ini saya
limpahkan pada mereka yang telah mencoba pergaulan bebas di sekolah-
sekolah, seperti Rusia yang tidak beragama, tidak pernah mendengar
para ulama dan pendeta. Bukankah mereka telah meninggalkan percobaan
ini setelah melihat bahwa hal ini amat merusak?
Saya tidak berbicara dengan para pemuda, saya tidak ingin mereka
mendengar, saya tahu, mungkin mereka menyanggah dan mencemoohkan saya
karena saya telah menghalangi mereka untuk memperoleh kenikmatan dan
kelezatan, akan tetapi saya berbicara kepada kalian, putri-putriku,
wahai putriku yang beriman dan beragama! Putriku yang terhormat dan
terpelihara ketahuilah bahwa yang menjadi korban semua ini bukan
orang lain kecuali engkau.

Oleh karena itu jangan berikan diri kalian sebagai korban iblis,
jangan dengarkan ucapan mereka yang merayumu dengan pergaulan yang
alasannya, hak asasi, modernisme, emansipasi dan kehidupan kampus.
Sungguh kebanyakan orang yang terkutuk ini tidak beristri dan tidak
memiliki anak, mereka sama sekali tidak peduli dengan kalian selain
untuk pemuas kelezatan sementara. Sedangkan saya adalah seorang ayah
dari empat gadis. Bila saya membela kalian, berarti saya membela
putri-putriku sendiri. Saya ingin kalian bahagia seperti yang saya
inginkan untuk putri-putriku.
Sesungguhnya tidak ada yang mereka inginkan salain memperkosa
kehormatan wanita, kemuliaan yang tercela tidak akan bisa kembali,
begitu juga martabat yang hilang tidak akan dapat diketemukan kembali.

Bila anak putri jatuh, tak seorangpun di antara mereka mau
menyingsingkan lengan untuk membangunkannya dari lembah kehinaan,
yang engkau dapati mereka hanya memperebutkan kecantikan si gadis,
apabila telah berubah dan hilang, mereka pun lalu pergi
menelantarkan, persisnya seperti anjing meninggalkan bangkai yang
tidak tersisa daging sedikitpun.
Inilah nasehatku padamu, putriku. Inilah kebenaran. Selain ini jangan
percaya. Sadarlah bahwa di tanganmulah, bukan di tangan kami kaum
laki-laki, kunci pintu perbaikan. Bila mau perbaikilah diri kalian,
dengan demikian umat pun kan menjadi baik.
(wallahul musta’an).

Disarikan dari buku : “Wahai Putriku” Ali Thanthawi
Oleh : Ali Ath-Thanthawi
Penerjamah: Abdulloh
Editor: Munir F. Ridwan, Muhammadun Abdul Hamid

http://www.ash-shaff.org/index.php?option=com_content&task=view&id=123&Itemid=41

Dipublikasikan pada: 28/3/2007 | 11 Rabbi al-Awwal 1428 H | Hits:
Email This Post Kirim ke teman | Print | Trackback | del.icio.us | Ke atas