Buat Yg Belum, Akan & Telah Menikah


Email This Post

Kiriman : Kandar

prayoga.net – Benarkah menikah didasari oleh kecocokan?
Kalau dua-duanya doyan musik, berarti ada gejala bisa langgeng..
Kalau sama-sama suka sop buntut berarti masa depan cerah…(is that simple?……..) itu semua bukan ukuran utk
menikah atau mempertahankan pernikahan.
Tapi liat analogi-analogi berikut :

Bilamana sepasang sandal yang
hanya punya aspek kiri dan
kanan, menikah adalah persatuan dua
manusia, pria dan wanita. Dari
anatomi saja sudah tidak sebangun, apalagi
urusan jiwa dan hatinya.

Kecocokan, minat dan latar belakang
keluarga bukan jaminan
segalanya akan lancar.. Lalu apa?

MENIKAH adalah proses pendewasaan. Dan
untuk memasukinya diperlukan pelaku yang
kuat dan berani. Berani menghadapi masalah
yang akan terjadi dan punya kekuatan untuk
menemukan jalan keluarnya.

Kedengarannya sih indah, tapi kenyataannya?
Harus ada ‘Komunikasi Dua Arah’, ‘Ada kerelaan
mendengar kritik’, ‘Ada keikhlasan meminta
maaf’, ‘Ada ketulusan melupakan kesalahan,dan
keberanian untuk mengemukakan pendapat
secara JUJUR’.

Sekali lagi
MENIKAH bukanlah upacara yang
diramaikan gending cinta, bukan rancangan gaun
pengantin ala cinderella, apalagi rangkaian
mobil undangan yang memacetkan jalan.

MENIKAH adalah berani memutuskan untuk
berlabuh,ketika ribuan kapal pesiar yang
gemerlap memanggil-manggil

MENIKAH adalah proses penggabungan dua
orang berkepala batu dalam satu ruangan dimana
kemesraan, ciuman, dan pelukan yang
berkepanjangan hanyalah bunga.

Masalahnya bukanlah menikah dengan anak
siapa, yang hartanya berapa, bukanlah rangkaian
bunga mawar yang jumlahnya ratusan, bukanlah
perencanaan berbulan-bulan yang akhirnya
membuat keluarga saling tersinggung, apalagi
kegemaran minum kopi yang sama…

MENIKAH adalah proses pengenalan diri
sendiri maupun pasangan anda. Tanpa
mengenali diri sendiri, bagaimana anda bisa
memahami orang lain…?? Tanpa bisa
memperhatikan diri sendiri, bagaimana anda bisa
memperhatikan pasangan hidup…??

MENIKAH sangat membutuhkan keberanian
tingkat tinggi,toleransi sedalam samudra,
serta jiwa besar untuk bisa saling ‘MENERIMA’
dan ‘MEMAAFKAN’, yg bukan sekedar
MENERIMA kritikan atau MEMAAFKAN
kesalahan semata akan tetapi MENERIMA dan
MEMAAFKAN dlm arti yg luas dan mendalam.

http://www.al-azzam.com/index.php?option=com_content&task=view&id=45&Itemid=30

Dipublikasikan pada: 28/3/2007 | 11 Rabbi al-Awwal 1428 H | Hits:
Email This Post Kirim ke teman | Print | Trackback | del.icio.us | Ke atas