Pernikahan yang Indah
Liburan kemarin saya jalan-jalan ke Jakarta, Bekasi, Cikampek. Setelah puas dan capek kemudian berangkat ke Karawang. Tujuan utamanya menghadiri pernikahan sahabat saya. Namanya Tri Budiono (26), sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed ) Purwokerto. Dia sahabat saya sejak masih kuliah, tak enak kalau sampai melewatkan hari dimana kebahagiaan dirasakannya. Saya datang untuk sekedar mengucapkan selamat atas pernikahannya. Saya senang, akhirnya tercapai juga salah satu mimpinya, menggenapkan separuh agamanya.
Jauh hari sebelum menikah, kami memang sering kontak. Dia sering curhat dan berbagi pandangan tentang siapa sosok yang akan mendampinginya. Sampai suatu hari, dia mengirim SMS kepada saya tentang sosok yang akan dinikahinya. Tak menyebutkan nama, hanya dia katakan umurnya jauh di atasnya, dia wanita yang baik, aktivis dakwah, berpenghasilan, seorang kepala sekolah sebuah SMU Islam di Karawang. Waktu saya mendapatkan informasi tersebut, saya jawab saja, “Wah, jangan ragu Akhi, ambil saja.” Ya, bagi saya tak masalah seorang istri umurnya lebih tua, asalkan bisa saling memahami.
Dan, hari bahagia itu tiba…
Telah menikah sepasang aktivis dakwah bernama Tri Budiono, S.Sos dengan Siti Marfuah, Mpd. Mengharukan. Jujur, airmata saya sampai menetes saat menyaksikan akah nikahnya. Dia begitu lancar mengucapkan janji pernikahan. Saat selesai akad nikah, banyak yang heboh dan teriak “Yess”. Maklum, mereka mungkin kagum dibuatnya. Memang, selama ini Tri yang saya kenal adalah lelaki pendiam yang kadang sering grogi untuk berbicara di depan publik. Tapi, ternyata dia begitu lancar mengucap janji pernikahan itu. Hebat kau teman.
Pernikahan itu begitu indah…
Ya, mengapa saya katakan demikian. Sepanjang yang saya tahu, mereka melangsungkan pernikahan tanpa pacaran terlebih dahulu. Perjalanannya mulai dari ta’aruf (berkenalan), khitbah (lamaran), dan akhirnya menikah. Prosesi yang khas dan sesuai dengan ajaran agama Islam. Idealnya memang begitu. Pacaran memang tak ada dalam Islam. Jadi sebelumnya hubungan keduanya tidak terkotori oleh nafsu syahwati. Habis menikah, barulah mereka saling memahami dan mengenal lebih dekat lagi mengenai karakternya masing-masing. Dan sepertinya, inilah keindahan tersendiri model pernikahan ala Islam.
Suasana pernikahan pun tak seperti yang dilakukan kebanyakan orang. Tamu laki-laki dan perempuan dipisah. Penataannya cukup apik. Tidak menggunakan hijab kelambu yang terkesan eksklusif (tertutup). Tapi dimodifikasi dengan hiasan berupa tanaman hias sehingga kesannya lebih natural dan ada nilai estetikanya tersendiri. Ide yang bagus. Selain itu, penataan yang demikian sudah pasti menghindari campur baur antara tamu laki-laki dan perempuan. Saya kira model semacam ini bagus untuk semakin dikembangkan dan disemarakkan pada pesta pernikahan versi seorang muslim.
Sampai saat ini, masih kita temukan banyak pesta perkawinan yang kurang Islami. Kadang ada yang menggunakan prosesi-prosesi budaya tradisional yang sebenarnya kurang sesuai dengan ajaran Islam. Nah, bagi yang pemahaman Islamnya bagus, sangat tepat untuk memperlihatkan model pernikahan seperti yang dilakukan pasangan Tri Budiono dan Siti Marfuah tadi.
Dengan begitu, bisa menjadi contoh bagi mereka-mereka yang masih bingung mencari konsep pernikahan yang benar. Artinya, sesuai dengan nilai-nilai Islam tanpa mengabaikan sisi keindahan dan estetikannya, misalnya bisa diselingi juga dengan menghadirkan tim nasyid untuk memberikan hiburan bagi para tamu yang datang. Ini lebih baik daripada menggelar dangdutan semalam suntuk yang kadang malah banyak yang mengumbar aurat. Hem… Benar-benar pernikahan yang indah, siapa mau menyusul?
Snow Man Alone
http://mtks.kotasantri.com/?mtks=artikel&mode=detil&artikel=Pra_Nikah/2301.html



