Keluarga Relawan, Hebat!


Email This Post

Luar biasa. Kalimat ini yang pantas ditujukan bagi seluruh relawan yang bekerja baik di lokasi bencana maupun di berbagai kota lainnya. Meski tak semua harus ke Jogya dan Jateng, peran relawan di Jakarta dan kota lainnya dalam mengumpulkan bantuan, donasi untuk dikirimkan ke lokasi bencana sangatlah patut diacungi jempol.

Nanny (19), seorang mahasiswi akademi perawat di Jakarta yang langsung menghubungi kantor ACT-Aksi Cepat Tanggap di Ciputat ketika mendengar berita bencana gempa di Jogyakarta (27/5). Tapi Nanny tak sendiri, bersama Tantenya Rosi (27), keduanya mendatangi kantor ACT untuk segera bisa berangkat ke Jogya secepatnya. “Kami bisa bergabung dengan tim medis ACT, kami akan berbuat semampu kami,” ujar Rosi yang diiyakan Nanny sang keponakan. Meski harus menunggu beberapa hati, Rabu (31/5) siang bersama sejumlah relawan lainnya yang diberangkatkan ACT dari Jakarta, Nanny dan Rosi pun tiba di Posko ACT di Bantul, Yogyakarta.

Sebuah sinergi yang menarik, ketika dua bersaudara berada dalam tingkat kepedulian yang sama untuk bersama menjadi relawan di sebuah lokasi bencana. Nanny yang sebentar lagi menyelesaikan kuliah keperawatannya mendapat pengalaman banyak ketika berhadapan langsung dengan para korban bencana di berbagai lokasi, sementara Rosi yang sudah berpengalaman di dunia medis selain membantu korban juga banyak membantu memberikan pelajaran bagi keponakannya, Nanny. “Satu hari bisa 300 pasien. Ini pengalaman yang sangat berharga buat saya, saya bisa belajar langsung meski pun sangat melelahkan,” ujar Nanny yang bersama Rosi setiap hari menemani tim dokter ACT menyambangi berbagai lokasi gempa Jogya dan Klaten.

Jika Nanny dan Rosi adalah Tante dan keponakan, Fathurrahmi (26) dan Meutia (20) adalah kakak beradik. Fathurrahmi adalah Wakil Direktur Lazis UII yang sejak sebelum bencana gempa sudah bersama-sama ACT menangani bencana Merapi. Ketika gempa Jogya terjadi, sang adik Meutia pun bergabung. Calon dokter itu sejak hari pertama bencana tak berhenti melayani ratusan pasien setiap hari di Posko Pengungsian Kecamatan Pundong. “Rasanya seperti benar-benar sudah menjadi dokter berpengalaman,” ujar Meutia yang predikat Co-Ass nya tiba-tiba berubah menjadi “dokter” berkat panggilan para pasien di pengungsian.

Meutia mengungkapkan pengalamannya selama di Posko Pengungsian Kecamatan Pundong, “Lelah, kantuk tak lagi terasa. Bagaimana mungkin kami mengeluh, mereka jauh lebih menderita dan harus segera ditolong.” Bersama para Co-Ass dan mahasiswa kedokteran lainnya dari UGM dan UII bahu membahu menangani para korban bencana di pos kesehatan. Uniknya, hari pertama dan kedua bencana belum satu pun dokter di Posko Pundong, sehingga ratusan pasien hanya ditangani oleh tenaga medis seadanya. Membanjirnya Bahkan kawan-kawan yang bukan dari kedokteran pun membantu. Mahasiswa arsitektur, teknik sipil tiba-tiba saja berperan sebagai dokter. “Saya nggak enak selalu dipanggil pak dokter sama pengungsi,” ujar Alfan, mahasiswa tingkat akhir Teknik Sipil UII yang setiap hari bertugas di posko kesehatan Pundong. Dari penampilan, Alfan memang lebih meyakinkan untuk dipanggil dokter ketimbang para calon dokter yang ada di Posko Kesehatan.

Bagi Fathurrahmi, kakak Meutia, kiprah aktifnya dalam kerelawanan baik di Merapi maupun gempa Jogya-Jateng tak lepas dari perannya sebagai Wakil Direktur Lazis UII. Namun jauh lebih tinggi dari sekadar tanggung jawab di Lazis UII itu, Fathur, demikian panggilan akrab bujangan asal Aceh ini, adalah panggilan kemanusiaan yang tak mungkin ia abaikan. “Saya merasa berhutang budi dengan seluruh kepedulian yang pernah ditunjukkan di Aceh ketika tsunami. Kini saatnya saya melakukan hal yang sama,” terang Fathur. Keluarga Fathur di Banda Aceh, adalah korban bencana tsunami Desember 2004 silam, termasuk kedua orang tuanya.

Husni (60) dan Fami (23) adalah contoh lain dari kekeluargaan dalam kerelawanan. Husni sang Ayah berperan sebagai driver (sopir) sedangkan Fahmi anaknya bergabung di tim rescue ACT. “Saya sudah tua, tidak punya uang untuk menyumbang tapi saya ingin sekali berbuat untuk Jogya,” ungkap Husni yang ternyata juga berbekal seperangkat alat bekam (terapi kesehatan cara Rasulullah). “Saya tergetkan bisa membekam 100 orang, baik pengungsi maupun relawan yang bekerja,” tambahnya. Sedangkan Fahmi yang sangat pendiam itu tak banyak berkomentar, “Apa saja, yang penting bermanfaat,” tentang peran yang dilakukannya bersama ACT.

Peran keluarga dalam kerelawanan yang tak kalah menarik juga ditunjukkan oleh Ihsan dan Maryam. Pasangan pengantin baru ini seolah ingin menghabiskan bulan madunya dalam aksi kerelawanan di Jogyakarta. Ihsan sebagai tim recovery sedangkan Maryam mengendalikan administrasi dan keuangan Posko. “Ya nggak bisa dibilang bulan madu, kerja kami berbeda. Saya di lapangan sejak pagi hingga malam sedangkan Maryam di Posko,” kata Ihsan sambil tersenyum.

“Ini bukan masanya bersenang-senang. Kami datang untuk membantu, meski terus terang sinergi antara saya dan Bang Ihsan membuat kami semakin kuat,” tutur Maryam disetujui Ihsan.

Luar biasa. Kalimat ini yang pantas ditujukan bagi seluruh relawan yang bekerja baik di lokasi bencana maupun di berbagai kota lainnya. Meski tak semua harus ke Jogya dan Jateng, peran relawan di Jakarta dan kota lainnya dalam mengumpulkan bantuan, donasi untuk dikirimkan ke lokasi bencana sangatlah patut diacungi jempol. “Kalau menuruti keinginan, saya inginnya ke lokasi bencana. Tapi nampaknya saya lebih dibutuhkan di Jakarta untuk mengumpulkan bantuan dan melakukan fund raising. Meski tak di lokasi bencana, toh yang kami lakukan di sini juga untuk Jogya,” ujar Andika, mewakili sejumlah relawan di kantor ACT. Tugas sehari-hari Andika adalah membantu Imam Akbari, Manager Marketing ACT, mulai dari mendistribusikan marketing tools hingga jemput dana dan bantuan.

Siapa pun relawannya, di manapun lokasinya, apa pun yang dilakukannya, baik di lokasi bencana mau pun di tempat lain, salut untuk semua relawan. Begitu juga dengan para donatur, sumbangsih yang diberikan sangat lah berarti untuk para korban bencana. Kerja-kerja para relawan dan peran serta donatur merupakan sinergi terindah antara kerja keras, kepedulian dan kepercayaan. Sungguh, salut untuk semua. Salute to volunteer, salute to donator. (Bayu Gawtama)

http://www.yayasan-amalia.org/index.php?option=com_content&task=view&id=82&Itemid=5

Dipublikasikan pada: 10/4/2007 | 23 Rabbi al-Awwal 1428 H | Hits:
Email This Post Kirim ke teman | Print | Trackback | del.icio.us | Ke atas