Wealth Management Bukan Untuk Orang Kaya Saja
JAKARTA — Penerapan wealth management atau pengaturan keuangan keluarga tidak saja untuk orang yang kaya. Justru kalangan menengah yang mempunyai banyak kebutuhan namun kemampuan keuangan terbatas sangat membutuhkan peran wealth management. Demikian disampaikan Direktur Insight Investment Management, Siti Arimbi Pulungan, dalam talkshow wealth management syariah, Rabu (12/10). Dalam kondisi seperti ini di mana harga barang dan BBM naik, sementara pemasukan tetap, pengelolaan keuangan jadi makin penting. Selama ini, kata Arimbi, banyak kalangan menengah atau berpendapatan kecil menganggap belum perlu adanya perencanaan keuangan. Rata-rata orang menganggap hal itu penting saat pendapatan besar. ”Justru orang yang sangat kaya tak begitu perlu perencanaan. Mereka bisa memenuhi berbagai keperluan dengan uang sendiri.” Wealth management bisa diartikan pengelolaan cash flow keluarga agar ada alokasi untuk investasi dan proteksi dengan asuransi. Dia menekankan asuransi penting untuk menutup pengeluaran tak terduga dalam jumlah besar seperti biaya rumah sakit. Agar sesuai syariah, kata Arimbi, pengeluaran tidak boleh berlebihan. Salah satunya dengan membatasi penggunaan kartu kredit. ”Pilih kartu kredit yang banyak memberi manfaat seperti memberi banyak diskon dan segera lunasi.” Investasi tidak boleh yang mengandung riba, gharar, dan maisir. Dalam arti tidak boleh menyimpan uang di bank konvensional, atau membeli saham perusahaan yang bisnis intinya perjudian, minuman keras dan spekulasi. ”Juga tidak boleh menzalimi, seperti praktek ijon (tengkulak),” tambahnya. Ia menekankan manajer investasi dan konsultan keuangan independen berperan dalam menyarankan keluarga yang ingin menikmati keuntungan dunia dan akhirat untuk mengalihkan investasi ke syariah. ”Mereka yang masih menyimpan dana di bank konvensional segera mengalihkannya ke syariah,” kata Arimbi. Untuk investasi secara syariah saat ini sudah banyak instrumen seperti bank dan reksadana syariah. Sedangkan, untuk proteksi sudah tersedia layanan asuransi syariah. Yang tak kalah penting adalah menunaikan kewajiban membayar zakat. ”Ini sering dilupakan. Biasanya pengeluaran dulu baru sisanya disisihkan untuk zakat. Ini keliru,” kata Arimbi. Zakat sebagai pembersih harta disisihkan 2,5 persen dari pendapatan kotor yang diterima. Karena itu zakat seharusnya dimasukkan dalam pos pengeluaran keluarga. ”Ada hak orang lain di harta kita. Untuk kita sendiri mendapat 97,5 persen, Tuhan sangat baik kan memberi rezeki,” tambahnya. Siti mengakui dalam konseling keuangan biasanya orang Indonesia masih tertutup mengenai pendapatan. Lebih jauh dia menyarankan agar sebelum menikah, kedua calon pasangan bersikap terbuka mengenai keuangan masing-masing. Hal ini penting agar tidak terjadi penyesalan bila ternyata kondisi keuangan yang tampak baik-baik saja ternyata menyimpan utang yang sangat besar.
Sumber : Republika Online
Penulis: c21
http://www.ekonomisyariah.org/docs/detail_berita.php?idberita=245