Sukses Studi, Pendidikan Anak Tak Terabaikan
Oleh : Cici wardani (Alumni UII Yogyakarta)
Sukses studi, berhasil membina keluarga, dan dalam waktu yang sama, da’wah dan karir tidak terkesampingkan, merupakan prestasi spektakuler dan langka. Jarang sekali ditemukan sosok yang bisa menghandel empat hal ini sekaligus. Namun, bukan berarti ia mustahil. Ada banyak syakhshiyah yang bisa dijadikan contoh. Mereka adalah sosok-sosok yang patut diacungi jempol. Mereka mampu menembus tebalnya tembok yang membatasi kesuksesan studi dan keberhasilan membina keluarga.
Sebagai manusia, kita bukanlah sosok sempurna. Ada saja kekurangan di sana-sini. Namun, Allah maha adil. Ia membekali manusia dengan seperangkat akal dan hati, agar dapat memenej hidup bagi masa depan diri, keluarga, masyarakat, dan umat. Sebuah tugas yang tidak ringan. Maka, diri harus dibekali sains dan pengetahuan memadai. Karena siapapun tidak akan pernah bisa mengatur keluarga, apalagi umat, dengan modal ilmu di bawah standar.
Karena itu, menuntut ilmu menjadi prioritas utama dalam Islam. Tidak ada klasifikasi gender, tua-muda, bujangan atau berkeluarga. Semuanya diperintah untuk ‘membaca’. Silahkan telaah, kaji, dan observasi. Nabi Saw. memerintahkan umat agar menuntut ilmu sejak bayi hingga ajal menjemput.
Studi di negeri Kinanah, khususnya bagi mahasiswa berkeluarga, menuntut kemampuan lebih. Kematangan emosional adalah suatu kemestian. Orang tua yang memiliki tanggungjawab ganda, dituntut bisa menyelaraskan antara tugas menafkahi keluarga, mencari metode pendidikan yang tepat bagi anak, serta tetap sukses dalam studi.
Anak tidak membawa potensi apa-apa kala terlahir dari rahim ibunya, “Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu-ibu kalian, tanpa mengetahui sesuatu.” Maka, orangtualah yang akan menorehkan tinta hitam atau putih di hati sang anak. Menumbuhkan sejuta potensi anak, bukan hal mustahil. Potensi anak diibaratkan ‘panah’ dan orangtua adalah ‘busurnya.’ Bukankah anak panah akan menembus sasaran, setelah bertolak dari busur yang diarahkan ke sasaran itu?!
Ada empat hak anak yang harus ditunaikan orangtua dalam mendidik:
Pertama, hak memperoleh pendidikan ruhiyah, dengan menanamkan akidah dan akhlakul karimah di sanubari anak. Metode Nabi Saw. & Luqmanul Hakim adalah cermin dalam membentuk pribadi mulia.
Kedua, hak memperoleh pendidikan skill. Yaitu, memberdayakan kemampuan motorik anak dalam berkompetisi positif. Hal ini penting, sebagai modal komplementer, agar ketika ia dewasa, tidak menjadi beban orang lain.
Ketiga, hak memperoleh pengajaran tentang berberbagai sisi keilmuan. Dimaksudkan untuk memacu potensi IQ anak. Hak ini tidak hanya diperoleh dari lingkungan sekolah formal.
Keempat, hak memperoleh gizi dan pelayanan kesehatan. Tentunya seorang ibu, mesti mampu berkreasi. Mampu menyiasati menu Mesir, walaupun sederhana, namun tetap bergizi dan variatif.
Lalu, bagaimana menyiasati pendidikan anak di tengah kesibukan studi? Ada beberapa kiat yang bisa ditempuh, antara lain:
Penataan Waktu
Penataan jadwal yang rapi antara mengurus rumahtangga, mendidik anak, dan aktivitas studi, sangatlah penting. Di malam hari, saat anak terlelap dalam tidur, jangan lakukan pekerjaan lain selain belajar dan membaca materi kuliah. Gunakan waktu kosong itu sebaik-baiknya. Momennya sangat efektif, apalagi bila diawali dengan tahajud atau tilawah Al Quran. Karena itu, perlu diperhatikan istirahat di awal waktu, alias tidak begadang malam.
Tekun dan Ulet
Tekun belajar dan ulet menguasai materi. Hal ini dapat dilakukan dengan optimalisasi belajar kolektif. Atau boleh juga belajar secara personal, lalu didiskusikan pada partner suami-istri. Aktifitas ini dapat dilakukan sambil mengajari anak, atau menyelesaikan urusan rumahtangga. Metode SKS (sistem kebut semalam) sama sekali tidak ada untungnya. Ia justru potensial mengganggu kesehatan. Lebih fatal lagi di saat menjawab soal, konsentrasi bisa hilang. Dampak negatifnya bisa berimbas ke anak.
Alihkan Perhatian Anak
Terkadang dosen memberi tugas bahast. Saat itu, tentu kita tak ada waktu mengajari anak. Maka, sibukkan anak dengan permainan yang mendidik dan menghibur. Misalnya, dengan memberikan jenis mainan yang mengasah aspek kognitif dan motoriknya. Juga tak ada salahnya, belajar sambil menggendong bayi dan bermain bersama anak. Santai dan fresh.
Disiplin
Konsisten dengan jadwal belajar, menata waktu kerja dalam rumah, serta memberi porsi waktu yang layak untuk mengajari anak, adalah modal awal menjadi keluarga sukses. Tentu saja, tanpa mengenyampingkan dakwah dan bakti sosial. Hal ini, secara tidak langsung akan menjadi tauladan aplikatif bagi anak. Sehingga ia terbiasa ‘disiplin’. Ketika dewasa nanti, anak tidak akan sulit menerapkannya.
Hadhanah dan TK, Solusi Alternatif
Dalam konteks Masisir, ketika orang tua pergi kuliah, biasanya mereka menitip anak di hadhanah. Mirip yayasan Play Group di Indonesia. Tempat ini cukup membantu orangtua yang sibuk. Karena ia bisa berangkat kuliah dengan tenang, sementara anak tetap dalam pengawasan sambil diajari berbagai hal. Namun, tindakan ini tidak lebih sebagai alternatif saja. Artinya, kalau bisa jangan sepenuhnya mengandalkan hadhanah. Sebagai orangtua bertanggungjawab, tentu tidak merasa cukup mendidik anak dengan cara titip-ambil.
Untuk hadhanah Mesir misalnya, tak dipungkiri, nilai plusnya tentu ada. Anak dapat menghafal Al-Quran. Tapi ada juga sisi negatifnya, yaitu bahasa Arab yang didapatkan anak lebih dominan ‘amiyah (pasaran). Di samping itu, tidak jarang gaya bicara dan perilaku anak berubah kasar, meniru gaya bicara para Ablahnya. Maka, sisi yang kurang itu, perlu dilengkapi dan diluruskan di rumah, saat orangtua kembali dari rutinitas luar.
Kesadaran Kolektif
Bagi suami-istri yang keduanya sedang menjalani studi, butuh komitmen bersama mendidik anak. Minimal, sisihkan waktu setengah jam dalam sehari, untuk mengajari anak. Mendidik anak dengan uswatun hasanah, akan lebih efektif dan membekas dalam jiwanya. Termasuk melatih hifdzul Quran sejak dini. Gunakan metode sample dalam kehidupan sehari-hari. Seperti ayat yang memerintahkan sholat “Aqîmus shalâh.” Contohkan dengan mengikutsertakan anak dalam sholat.
Melakukan pekerjaan rumahtangga, bukanlah suatu yang tabu bagi suami. Apalagi tujuannya demi membantu studi istri. Demikian pun sebaliknya. Butuh kepekaan dan saling pengertian yang dalam antara suami-istri. Tanggungjawab mendidik, tidak hanya tertumpu di pundak seorang ibu. Suami adalah pemimpin rumahtangga. Dan untuk itu, ia bertanggungjawab penuh terhadap keselamatan anggota keluarganya dari azab neraka (Q.S At Tahrim: 6).
Keuletan, disiplin dan manajemen waktu yang apik, akan memberi kontribusi dahsyat dalam meraih prestasi studi. Banyak orang yang gagal, dan tidak sedikit pula sukses, kuncinya hanya pada pemetaan waktu. Akan tetapi, “Sebesar apapun prestasi. Setinggi apapun cita-cita. Tanpa disertai keikhlasan, akan sia-sia!”
http://www.sinaimesir.com/?pilih=lihat&id=300



