Malaikat Kecilku


Email This Post

Ketika aku pulang dari Indonesia dua minggu lalu menuju rumahku di Wilgenlaan 54, Groningen, pikiranku diliputi oleh berbagai macam hal. Bagaimana nanti aku memperoleh rezeki untuk menafkahi keluargaku, bagaimana nanti aku berusaha keras untuk membeli makan, baju dan menafkahi keluargaku. Banyak sekali kecamuk yang ada dalam hati dan pikiranku. Namun, ketika aku bertemu dengan Michelle, anakku yang baru berusia 10,5 bulan, hatiku merasakan bahagia yang tak terkira. Hatiku merasakan ketenangan yang tiada tara. Pikiran yang tadinya kalut dan sumpek menjadi cerah sedikit demi sedikit. Apalagi ketika kuperhatikan kehidupan Michelle setiap harinya. Sepertinya dia tidak punya keluhan apa2. Sepertinya dia tidak mempedulikan dunia sekitarnya. Yang dia tahu adalah makan, minum, berak, main dan main dan main. Kalo dia lapar dia nangis, dan ayah atau ibunya akan bergerak untuk memberikan makan pada dirinya. Kalo dia haus dia pun nangis, maka ayah atau ibunya akan bergerak secepat kilat untuk memberikan air minum kepadanya. Sungguh, Michelle tidak tau apa2 di dunia ini, tetapi dia selalu mendapat rezeki yang cukup. Segala yang dia butuhkan selalu tersedia tanpa dia minta. Baju, makan, minum, mainan, kasih sayang, perhatian, dan lain2. Semua kebutuhan dia selalu tercukupi padahal ayah dan ibunya hanyalah seorang yang masih muda dan belum banyak asam garam kehidupan pahit ini. Namun rezeki Michelle tetap saja mengalir lancar. Dari teman2 kiri kanan. Dari saudara2 kiri dan kanan. Astagfirullah. Sungguh Tuhan Maha Besar. Sungguh Tuhan Maha Adil. Sungguh Tuhan Maha Segala2nya. Saya tidak tau apa2, tapi segala kebutuhan saya pun selalu dia cukupi. Saya punya istri. Saya punya anak. Saya punya teman2 yang baik. Saya punya keluarga yang baik. Alhamdulillah. Sungguh Maha Baik Tuhan itu. Padahal dosa saya setinggi gunung, tapi rahmat Tuhan setinggi langit. Saya merasakan kebahagiaan yang belum pernah saya rasakan selama hidup ini. Saya merasakan ketenangan yang luar biasa. Saya merasakan nikmat karunia Tuhan yang tidak terkira. Saya… cinta Tuhan. Saya rindu untuk bertemu Tuhan, pencipta saya. Sungguh, kehidupan di dunia ini hanyalah sementara. Badan kita tidak real, istri kita tidak real, anak kita tidak real. Namun yang real adalah hati kita dan Tuhan. Wallahualam.

http://cafe.degromiest.nl/node/146

Dipublikasikan pada: 30/3/2007 | 13 Rabbi al-Awwal 1428 H | Hits:
Email This Post Kirim ke teman | Print | Trackback | del.icio.us | Ke atas