Faktor-Faktor Makro yang Menyebabkan Anak Malas Belajar (3)
Sistem Makro
Kiranya hampir semua orangtua dan pendidik (dan semua orang juga) merasakan bahwa jaman sekarang ini terlalu banyak sekali perubahan. Para orangtua dari generasi “Tembang Kenangan” tidak bisa mengerti, apalagi menikmati, lagu-lagu favorit anak-anak mereka yang dibawakan oleh Dewa atau Westlife group. Bahkan generasi yang remaja di tahun 1980-an (generasi Stevie Wonder, Lionel Richie) juga sulit menerima lagu-lagu sekarang. Sulitnya, di kalangan generasi muda sendiri juga terdapat banyak versi musik (rap, reggae, house, salsa dsb.) yang masing-masing punya penggemar masing-masing.
Di sisi lain musik-musik tradisional seperti keromcong dan gending Jawa, juga mengalami perubahan versi sehingga muncul musik campur-sari yang sekarang sedang populer di masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk generasi mudanya. Sementara itu, musik dangdut, yang tadinya monopoli masyarakat lapis bawah, justru berkembang menjadi lebih universal dengan mulai memasuki dunia kelas menengah atas.
Perubahan-perubahan yang drastis dan sekaligus banyak ini juga terjadi pada bidang-bidang lain. Wayang orang dan wayang kulit yang saya gemari di masa kecil dan merupakan kegemaran juga dari ayah saya dan nenek-moyang saya, sekarang praktis tidak mempunyai lahan hidup lagi. Modifikasi dari kesenian tradisional (wayang kulit berbahasa Indonesia dan berdurasi hanya 2 jam diselingi musik dang dut, atau ketoprak humor), hanya bisa mengembangkan penggemarnya sendiri tanpa bisa mengangkat kembali kesenian tradisional sebagai mana bentuk aslinya.
Dalam setiap sektor kehidupan yang lain pun terdapat perubahan yang cepat. Karena itu jangan heran jika istilah-istilah “prokem” di jaman tahun 1980-an sudah tidak dimengerti lagi oleh anak-anak “gaul” angkatan 1990-an yang punya gaya bahasa “funky” tersendiri. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi perkembangannya adalah yang paling cepat. Anak SD sekarang sudah terampil menggunakan komputer, sedangkan eyang-eyang mereka menggunakan HP saja masih sering salah pencet. Video Betamax yang sangat modern di tahun 1980-an, sekarang sudah menjadi barang musium dengan adanya VCD (Video Digital Disc) dan yang terbaru DVD (Digital Video Disc; yang sebentar lagi pasti akan usang juga).
Dampak dari perubahan cepat ini sangat dahsyat sekali. Jika dalam bidang sosial budaya kita hanya mengamati kekacauan yang sulit dimengerti, dalam politik, perkembangan dan perubahan yang teramat sangat cepat ini telah meruntuhkan beberapa negara (Rusia, Yugoslavia), setidak-tidaknya telah menimbulkan banyak konflik yang menggoyangkan stabilitas dalam negeri dan menelan banyak korban harta dan jiwa (seperti yang sedang terjadi di Indonesia).
Para ilmuwan, setelah menganilis situasi yang dahsyat di seluruh dunia tsb. di atas, menyimpulkan bahwa saat ini kita sedang memasuki era Postmodernism (disingkat: Posmo)5 . Menurut para pemikir Posmo, jaman sekarang kira-kira sama dahsyatnya dengan jaman revolusi industri (ditemukannya mesin uap, listrik, mesiu dsb.) di akhir abad XIX yang juga berdampak berbagai peperangan, revolusi (perancis, Rusia), depresi ekonomi, kemerdekaan berbagai negara kolonial, penyakit menular dsb. yang kemudian kita kenal sebagai jaman modern. Perbedaan antara jaman modern dengan jaman sebelumnya adalah bahwa kendali kekuasaan (dalam bidang sosial, budaya, ekonomi dan politik) beralih ke tangan-tangan pemilik modal, pekerja, pemikir dsb., dari penguasa sebelumnya yaitu para raja, bangsawan, tuan tanah dsb. Dalam bidang musik misalnya, supremasi Beethoven sudah diambil alih oleh Elvis Presley, sedangkan kekuasaan Paus di Roma sudah tersaingi oleh berbagai versi agama Kristen lain yang tersebar di seluruh dunia (termasuk versi Katolik Roma di Philipina, misalnya). Di Jawa, misalnya, pusat kebudayaan di Kraton Mataram6, segera beralih ke Ismail Marzuki dan Chaeril Anwar setelah revolusi kemerdekaan. Dalam politik, ideologi yang berdasarkan feodalisme beralih ke ideologi komunisme (revolusi Rusia) atau liberalisme (revolusi kemerdekaan Amerika Serikat). Tetapi di zaman tradisional maupun di zaman modern, masih terasa adanya pusat-pusat kekuasaan, yang oleh manusia (dari sudut pandang psikologi) sangat diperlukan sebagai patokan atau pedoman hidup, sebagai tolok ukur untuk menilai mana yang benar atau salah, baik atau buruk, indah atau jelek.
Di dalam politik, misalnya, sampai dengan awal tahun 1990-an masih ada dua kekuatan utama di dunia (super powers) yaitu blok Barat (AS dan Eropa Barat) dan blok Timur. Upaya negara-negara dunia ke-3 untuk membangun KTT Non-Blok tidak banyak artinya, karena anggota-anggotanya tetap saja terpecah antara yang condong ke Blok Barat dan Blok Timur.
Tetapi di jaman Posmo ini, tidak ada lagi pusat-pusat kekuasaan seperti itu. Tidak ada tokoh, aliran, partai politik, ideologi, dan sebagainya yang mampu menonjol atau dominan dalam waktu yang cukup lama. Semua orang, aliran, ideologi dsb. bisa bisa timbul-tenggelam setiap saat. Bahkan agama pun, yang merupakan pranata yang paling konservatif, berubah-ubah dengan cepat sekali dengan timbul-tenggelamnya berbagai aliran, sekte dan bahkan agama-agama baru. Maka dapat dimengerti bahwa masyarakat awam di lapis bawah akan terperangkap dalam kebingungan-kebingungan karena hampir tidak ada tolok ukur yang dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.
Catatan kaki
5 Sim, S, 1999: The Icon Critical Dictionary of Postmodern Thought, Cambridge: Icon Books
6 Para pencipta musik dan tari Jawa klasik seluruhnya adalah para Sultan dan bangsawan.
sumber: http://sarlito.net.ms/



